Pseudomonas solanacearum pada kacang tanah
A. Klasifikasi
Kerajaan:
|
Bacteria
|
Filum:
|
Proteobacteria
|
Kelas:
|
Gamma Proteobacteria
|
Ordo:
|
Pseudomonadales
|
Famili:
|
Pseudomonadaceae
|
Genus:
|
Pseudomonas solanacearum
|
B. Deskripsi
Bakteri ini dapat menyerang tanaman kacang tanah pada berbagai
stadia pertumbuhan. Bakteri berbentuk batang berukuran 1,5 x 0,5 µm, tidak
mempunyai spora, tidak berkapsul dan dapat bergerak dengan satu bulu cambuk
(flagella) yang terdapat di ujung. Bakteri ini bersifat aerob dan merupakan
salah satu bakteri bergram negatif. Di atas m
edium agar-agar bakteri membentuk
koloni yang keruh, berwarna kecoklatan, kecil, tidak teratur, halus,
kebasah-basahan dan bercahaya.
R.solanacearum dapat
bertahan lama di dalam tanah, terutama jika di situ terdapat banyak tumbuhan
yang rentan. Populasi bakteri dalam tanah akan berkurang bila tanah
dikeringkan, bila lama terendam air (sawah) atau lama ditanamani tanaman yang
tidak rentan (tebu). Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apakah
bakteri terbawa oleh biji. Bakteri dapat diisolasi dari kulit polong. Bakteri
dapat masuk ke funiculus dan kadang-kadang ke integument biji, tetapi tidak
pernah masuk ke embrio. Kemungkinannya sangat kecil bahwa tanaman akan bertahan
lama pada permukaan polong atau permukaan biji. Demikian pula belum diketahui
secara jelas dengan cara apa bakteri memencar. Kemungkinan besar bakteri
memencar karena terbawa oleh alat-alat pertanian seperti bajak dan cangkul.
Pada umunya R.solanacearum hanya mengadakan infeksi melalui
luka-luka. Luka-luka pada akar dapat terjadi karena serangga dan nematoda.
Sel;ain itu, pada kulit akar dapat terjadi celah karena tumbuhnya akar
sekunder. Pada percobaan, hanya bakteri dari biakan yang sangat virulen yang
dapat menginfeksi akar yang tidak terluka.
Berdasarkan sifat-sifat biokimianya R.solanacearum dibagi
menjadi sejumlah biovar atau yang dulu disebut biotipe. Antara ras dan biovar
tidak terdapat hubungan yang pasti, kecuali ras 3 yang ekuivalen dengan biovar
2. Di Jawa biovar 2 tersebar luas pada kentang di daerah penanaman kentang di
Jawa Barat dan Jawa Timur. Biovar 3 terdapat di Sumatera Selatan, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada kacang tanah, kentang, tomat, tembakau,
buncis, terung, jahe, cabai, Ageratum conyzoides, Crassocephalum
crepidioides, dan Croton glandulosus var. hirtus.
Biovar 4 terdapat pada kentang di Jawa Timur.
C.
Gejala pada Tanaman
Tanaman yang terserang oleh bakteri
ini akan menunjukkan kenampakan gejala seperti berikut;
a.
Gejala yang ditunjukkan
oleh bagian daun yang terserang oleh bakteri ini yaitu daun terkulai seperti
disiram air panas, akhirnya mati.
b.
Bagian batang yang
terserang menunjukkan noda coklat pada bagian pembuluh kayu dan bila dipijit
keluar lender kekuningan.
c.
Batang tanaman yang
terserang jika dipotong melintang kemudian dimasukkan di dalam air jernih
beberapa saat akan muncul lender berwarna putih kotor/keruh (massa bakteri).
d.
Akar tanaman membusuk. Tanaman
yang sakit layu selalu mempunyai sejumlah akar yang busuk dan berwarna hitam.
Ini adalah akar-akar yang mengalami infeksi pertama. Akar-akar yang letaknya
agak jauh dari bagian itu berwarna coklat. Infeksi yang terjadi pada tanaman
yang sudah tua menyebabkan buah-buah tetap kecil dan sering mempunyai urat-urat
berwarna coklat karena adanya bakteri dalam berkas pembuluh.
e.
Infeksi pada tanaman
muda dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu secara tiba-tiba, walaupun daun
tetap berwarna hijau. Tanaman tampak layu seperti bekas tersiram air panas,
shingga penyakit ini sering disebut “hama wedang”, gejala ini kemudian
menyebabkan tanaman mati.
f.
Pada tanaman yang tua,
proses kelayuan terjadi secara bertahap. Kadang hanya sebagian cabang tanaman
menjadi layu. Penyakit ini mempengaruhi sistem perakaran tanaman dan polong,
yakni menyebabkan perubahan warna menjadi coklat dan busuk.
D.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ditujukan untuk
menghindari, mengurangi atau menghilangkan sumber penular penyakit yang berasal
dari bagian tanaman sakit. Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya melalui bercocok tanam dan penggunaan varietas kacang tanah tahan
penyakit.
1.
Pengendalian dengan
pengaturan cara bercocok tanam
Pengendalian dengan pengaturan cara
bercocok tanam ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan sumber penular
penyakit. Berikut beberapa cara pengaturan bercocok tanam yang dapat dicoba
untuk mencegah serangan penyakit tersebut.
a.
Sanitasi, yang berupa
pembersihan terhadap tumbuhan yang tidak berguna sangat menghambat pertumbuah
bakteri yang ada di dalam tanah.
b.
Gunakan benih tanaman
yang sehat dan telah terseleksi, dan tidak membawa benih dari daerah endemik ke
daerah lain.
c.
Dirotasi atau
(pergiliran tanaman) dengan tanaman lainnya seperti jagung, tembakau, dan
lain-lain supaya dapat memutus siklus hidup bakteri tersebut.
d.
Eradikasi tanaman yang
sakit dengan cara mencabut atau membongkar tanaman kemudian dibakar.
e.
Gunakan pupuk hijau,
pupuk kandang untuk menekan serangan penyakit ini.
2.
Penggunaan varietas
tahan
Cara terbaik untuk mengatasi
kehilangan hasil akibat penyakit layu Bayong adalah dengan menanam varietas
tahan terhadap serangan penyakit atau yang bersifat toleran. Varietas toleran
adalah varietas yang dapat terserang dengan gejala yang cukup berat, akan
tetapi tidak mengurangi hasil secara berarti. Beberapa varietas yang tahan
terhadap bakteri tersebut missal; varietas gajah, kancil, turangga, jerapah,
tuban, kidang, tapir atau varietas yang penuh diujicoba oleh petani.
3.
Bahan kimia
Penyemprotan streptomycin atau
agrimycin, 1 Ha membutuhkan 0,5-1 L. Agrimycin dalam kelarutan 200-400 L/Ha. Dapat
digunakan juga fungisida kimia (Topsin, Benlate, Dithane M-45, Baycor, Delsane
MX200 atau Daconil); diaplikasikan pada umur 35, 45, dan 60 hari. Atau bisa
juga dilakukan Penyemprotan Thiofanat metil pada umur 7 dan 9 minggu dapat
mencegah kehilangan hasil sebesar 30%. Cara lain memperlambat perkembangan
penyakit dengan membersihkan gulma, tanam dengan jarak tanam agak renggang
(40-50 cm antar baris).
4.
Pengendalian secara
hayati
Agensia pengendalian hayati umumnya bila diaplikasikan
sebagai perlakuan preventif sebelum penyakit berkembang dan aplikasi lanjutan
perlu dilakukan untuk memperoleh penekanan penyakit yang dapat bertahan lama.
Namun keefetifan agensia pengendali hayati antara lain dapat dipengaruhi pula
oleh faktor-faktor lingkungan, baik biotic maupun abiotik. Telah dilaporkan
agnesia hayati yang mampu menghambat perkembangan dari bakteri Xanthomonas solanaceraum atau Ralstonia solanacearum ini yaitu bakteri
Pseudomonas fluorescence.
Komentar
Posting Komentar